Jumat, 14 November 2014

BERBUAT BAIK KEPADA SESAMA



KEWAJIBAN BERBUAT BAIK KEPADA SESAMA

Oleh : Azwir B. Chaniago

Muqaddimah :
Berbuat kebaikan kepada sesama pada hakikatnya adalah salah satu kebutuhan manusia. Betapa sulitnya kehidupan ini jika kita sesama  manusia tidak saling berbuat baik. Betapa kacaunya kehidupan bermasyarakat kalau manusia selalu berbuat keburukan dan kezhaliman terhadap sesamanya.

Apalagi dizaman modern ini, tidak ada manusia yang bisa hidup layak tanpa saling berbuat baik ataupun bekerjasama dengan orang lain. Sungguh kita tidak akan mampu memenuhi semua yang kita butuhkan dalam hidup ini. Oleh karena itu maka Allah telah memerintahkan kita untuk senantiasa berbuat baik atau melakukan kebaikan terhadap sesama.

Perintah berbuat kebaikan.
Diantara kasih sayang Allah kepada hambaNya adalah perintah untuk selalu berbuat kebaikan, karena kebaikan itu akan kembali kepada dirinya.  Ini adalah untuk kemashlahatan manusia agar bisa selamat dalam menjalani kehidupan di dunia dan di akhirat.

Dalam surat an Nahal 90 Allah telah menyuruh manusia untuk berbuat kebaikan dan sekali gus melarang manusia untuk berbuat keji dan mungkar. “Innallaha ya’muru bil a’dli wal ihsaan, wa-itaa- idzil qurba wa yanhaa ‘anil fahsyaa-i  wal munkari wal baghyi. Ya’izhukum la’alakum tadzakkaruun” Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat dan Allah melarang perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.

Sungguh Allah telah sangat banyak  berbuat baik kepada hamba hamba-Nya dan Allah memerintahkannya untuk berbuat baik pula. Allah berfirman : “Wa ahsin kamaa ahsanallahu ilaika” Berbuat  baiklah (kepada manusia) sebagai mana Allah telah berbuat baik kepadamu. (Q.S al Qashash 77).

Manfaat berbuat kebaikan.
Setiap kebaikan yang dilakukan seseorang pastilah kebaikan itu akan  kembali kepadanya. Jika seseorang suka menolong pasti akan ditolong, jika seseorang suka memaafkan pasti akan dimaafkan. Jika seseorang suka memudahkan urusan orang lain maka pada suatu waktu dia mendapat kesulitan pasti akan ada saja yang menolongnya, insya Allah.  Begitupun sebaliknya. Ini sunatullah. Allah berfirman : “In ahsantum ahsantum li anfusikum, wa in asa’tum falahaa” Jika kamu berbuat baik (berarti kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri. Dan jika kamu berbuat buruk , maka (keburukan) itu bagi dirimu sendiri.

Allah berfirman : “Hal jazaa-ul ihsan illal ihsaan” Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula) Q.S ar Rahmaan 60.

Jadi, sangatlah dianjurkan untuk senantiasa berbuat kebaikan. Rasulullah salallahu ‘alaihi wasalllam mengingatkan kita untuk tidak berbuat keburukan kepada orang lain. Beliau bersabda : “Al muslimu man salimal muslimuuna min lisaanihi wa yadih”. Orang Islam itu ialah orang yang selamat orang Islam lainnya dari gangguan lidah dan tangannya (H.R Imam Ahmad, dari Abu Hurairah) 
  
Tingkatan dalam berbuat baik

Pertama : Tidak mengganggu dan tidak menyusahkan orang lain. Inilah fase awal dalam berbuat baik. Andaikata seseorang belum mampu berbuat kebaikan maka paling tidak janganlah mengganggu atau menyusahkan orang lain. Tidak mengganggu atau tidak menyusahkan orng lain juga sudah termasuk sebagai kebaikan
 
Kedua : Melakukan yang bermanfaat bagi orang lain. Ini fase kedua dalam berbuat kebaikan. Seorang hamba hendaknya memberi manfaat bagi orang lain. Sekecil apapun akan ada nilainya disisi Allah. Diantaranya memberi salam dengan senyum kepada sesama muslim.

Ketiga : Berbuat yang lebih baik kepada orang yang telah berbuat baik. Ini fase ketiga dalam berbuat kebaikan. Allah berfirman : “Wa idzaa huiyiitum bi tahiyyatin fahaiyuu biahsana minhaa au rudduuhaa. Innnallaha kaana ‘alaa kulli syai-in hasiibaa” Dan apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungkan segala sesuatu (Q.S an Nisa’ 86).

Keempat : Membalas perbuatan buruk dengan kebaikan. Inilah tingkat paling tinggi dalam berbuat kebaikan. Tabiat manusia adalah selalu ingin membalas keburukan yang diterimanya, bahkan ada yang ingin membalas dengan keburukan yang lebih besar. Islam membolehkan membalas keburukan dengan keburukan yang setimpal. Tapi berbuat baik yaitu dengan tidak membalas atau bersabar bahkan kalau membalas adalah dengan kebaikan maka itu lebih utama.

Ingatlah akan firman Allah : “Wain ‘aaqabtum fa’aqibuu bimitsli maa ‘uuqibtum bihii, wala-in shabartum lahum khairul lish shaabiriin” Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang orang yang bersabar (Q.S al Hajj 60).   

Sikap dalam berbuat baik.
Seseorang yang melakukan kebaikan haruslah semata mata karena Allah.  Hanya karena mengharapkan pahala dan balasan dari-Nya. Misalnya dalam hal berinfak, maka haruslah dilakukan semata mata karena Allah sehingga bernilai disisi-Nya. Allah berfirman : “Illabtighaa-a wajhi rabbihil a’laa.” Tetapi (ia memberi itu semata mata) karena mencari keridhaan Rabbnya yang Mahatinggi (Q.S al Lail 20). Jangan  mengharap  balasan dari manusia. Sebuah ungkapan menyebutkan bahwa jika engkau telah berbuat kebaikan buanglah kelaut. Maksudnya tidak perlu disebut sebut, jangan diungkit ungkit. Lupakan saja. Insya Allah kebaikan itu akan tetap ada pada catatan amal kita sampai hari Kiamat.

  
Jika seseorang  berharap balasan dari manusia ujung-ujungnya adalah kekecewaan karena kemampuan manusia untuk membalas kebaikan sangatlah terbatas. Ketahuilah bahwa manusia itu sedikit sekali yang mau berterima kasih. Jangankan berterima kasih kepada sesama manusia, berterima kasih (baca : bersyukur)   kepada Allah juga  masih banyak manusia yang tidak melakukannya. Allah berfirman : “Wa qalilun min‘ibaadiayas syakuur.” Dan sedikit sekali dari hamba hamba-Ku yang bersyukur (Q.S Saba’ 13). 

Padahal Allah telah memberikan nikmat yang sangat  banyak dan tidak terhitung jumlah dan jenisnya. Allah berfirman : Wa aataakum min kulli maa sa-altumuuh Wain ta’uddu ni’matallahi laa tuhsuha. Innal insaana lazhaluumun kaffar”. Dan Dia telah memberikan kepadamu segala yang kamu mohonkan kepada-Nya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya. Sungguh, manusia itu sangat zhalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah) Q.S Ibrahim 34.

Jadi janganlah berharap terima kasih atau balasan dari manusia. Cukuplah dengan balasan dari Allah saja. Perhatikanlah firman Allah dalam surat al Insaan ayat 8 dan 9, berikut ini : Wa yuth’imuunath tha’ama ‘ala hubbihii miskinan wa yatiiman wa asiiraa. Innama nuth’imukum li wajhillahi, la nuriidu minkum jazaa-a walaa syukuuraa”. Dan memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan. Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanya untuk mengharapkan keridhaan Allah. Kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih. 

Kita bermohon kepada Allah agar diberi kemampuan dan kekuatan untuk menjadi hamba-hambaNya yang bermanfaat bagi orang lain yaitu dengan senantiasa berbuat baik kepada sesama.

Wallahu a’lam.  (128)    




5 komentar: